22 Maret 2011

Mengenang 104 Tahun Mr Amir Sjarifuddin Sang Pembaru (27 April 1907)

Oleh Jones Batara Manurung

Tidak banyak referensi dapat dijadikan rujukan untuk menelusuri jejak Amir Sjarifuddin. Tentang langkanya referensi itu, Pendeta Frederiek Djara Wellem dalam tesisnya, Mr Amir Syarifuddin tempatnya dalam kekristenan dan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia (STT Jakarta, 1982), mengungkapkan, "dalam karya-karya sejarah Indonesia, nama Amir Syarifuddin tidak banyak disebut. Agaknya tokoh ini dan perannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia agak disembunyikan, barangkali karena berhubungan erat dengan 'pemberontakan' PKI di Madiun 18 September 1948". Tesis Pendeta Frederiek itu pada 1984 pernah diterbitkan Pustaka Sinar Harapan, namun terpaksa dihancurkan karena dilarang pemerintah saat itu. Hal serupa juga pernah dialami Majalah Prisma tahun 1982 ketika menerbitkan ringkasan biografi Amir pada hari ulang tahun ke-75.
Buku Amir Sjarifuddin antara Negara dan Revolusi, ditulis Jacques Lecrec (diterbitkan pertama kali oleh Monash Papers onSoutheast, 1993), merupakan buku yang cukup bagus, setidaknya menjadi pelepas dahaga bagi mereka yang membutuhkan informasi tentang Amir. Terjemahan dalam bahasa Indonesia diterbitkan oleh Jaringan Kerja Budaya, Jakarta, 1996. Kelemahannya sebagaimana yang diungkapkan penerbit, buku tersebut lebih tepat disebut sebagai renungan tentang Amir ketimbang tulisan ilmiah yang menyajikan fakta dan interpretasi dalam langgam yang ketat. Dari beberapa referensi itulah penulis coba memotret Amir plus dari sejarah GMKI yang juga sangat terbatas merekam jejak Amir, ia memang tercatat sebagai aktivis CSV op Java (cikal bakal GMKI).

Amir Sjarifuddin memang tidak seperti Bung Karno atau Bung Hatta yang banyak meninggalkan tulisan. Beberapa tulisan pendek pernah ditulis Amir. Antara lain, pertama "Pemberontakan di Spanyol dan Hukum Internasional" dimuat di nomor perdana berkala bulanan Ilmoe dan Masjarakat. Kedua, "Adaptasi Kata-kata Asing dan Konsep-konsep ke Dalam Bahasa Indonesia", makalah yang disampaikan pada Kongres Bahasa Indonesia di Solo pada Juni 1938. Ketiga, "Adat dan Pergerakan", makalah yang disampaikan pada Kongres Rakyat Indonesia pada Desember 1939. Keempat, pada Natal tahun 1942 Badan Persiapan Persatuan Kaum Kristen di Kebun Binatang (sekarang Taman Ismail Marzuki), Amir menulis "Menuju ke Jemaat Indonesia Asli". Praktis memang kita sangat kesulitan memahami pemikiran-pemikiran Amir secara utuh oleh minimnya referensi. Di masa mendatang kondisi itu mudah-mudahan saja menjadi daya tarik tersendiri untuk meneliti dan mengungkap tentang Amir lebih jauh. Harapan ini dapat terwujud bila provokasi picik dan pandangan keliru tentang pemimpin Partai Sosialis yang radikal seperti Amir tidak semakin mewabah.
Konsistensi Nonkooperatif Amir yang terlahir pada 27 April 1907 (pada tesis Pdt Frederiek disebut 27 Mei 1907), merupakan sosok yang secara total membaktikan hidupnya sepanjang 20 tahun (1928-1948) kepada suatu keyakinan bahwa revolusi nasional harus menohok pada sistem imperialisme itu sendiri. Hal itu tampak saat perjuangan melawan kolonialisme Belanda, tak ada kata kompromi dalam bentuk apa pun bagi Amir untuk negara penjajah. Ketika Jepang yang disambut antusias sebagai saudara tua oleh rakyat Indonesia, termasuk Bung Karno dan Hatta, langkah Amir justru sulit diduga banyak kalangan. Amir memanfaatkan Belanda untuk membangun gerakan bawah tanah menghancurkan fasisme Jepang. Bila ditelusuri, dalam hal ini Amir mendasarkan pada teori mengenai analisis terhadap krisis hubungan internasional, dan sistem politik global serta mengenai hubungan antara negeri jajahan dan penjajah yang merupakan bagian integral darinya. Gagasan Amir tidak mendapat sambutan dari sesama aktivis, sebab belum pulihnya kepercayaan mereka terhadap Amir oleh polemik di tahun 1940. Hal paling utama sebenarnya ialah tidak pahamnya mereka akan strategi Amir untuk kemerdekaan sepenuhnya. Kecenderungan saat itu, para aktivis menjalankan strategi berkolaborasi dengan Jepang dengan harapan Jepang memberi kemerdekaan. Sejarah membuktikan prinsip Amir benar, sebab ternyata Jepang menjadi penjajah yang lebih kejam, bukan sebagai saudara tua yang melindungi apalagi memerdekakan.

Nonkooperatif merupakan sikap teguh Amir, berhadap-hadapan dengan problem pokok, itulah yang ditunjukkannya kepada semua pihak. Pada konteks terkini, tidak banyak berpandangan demikian, meski tata kelola Indonesia yang hampir sempurna kehancurannya, pemerintah justru masih sibuk dengan kebijakan-kebijakan "pemadam kebakaran". Bila Amir masih hidup, dengan alat analisisnya mungkin masih dapat menunjukkan problem pokok dan solusinya dengan tepat terhadap sistem penjajahan baru yang merangsek dewasa ini. Sikap nonkooperatif mengalami kebuntuan tatkala Amir berada dalam panggung kekuasaan. Pada situasi yang bergerak cepat, sangat sulit menemukan cara yang bisa mempertemukan antara negara dan revolusi, antara stabilitas dan perubahan, dan antara yang lama dan yang baru. Gambaran itu dapat disepadankan dengan pengalaman kepemimpinan Gus Dur pascareformasi yang kesulitan melakukan perubahan.

Dalam menyusun tentara nasional, Amir terinspirasi dengan "tentara masyarakat" pada pengalaman revolusi Prancis. Segala daya upaya dilakukan Amir untuk memberikan gambaran tentang tentara yang jiwa politiknya "kerakyatan", membuang paham korporatisme, patronase, dan faksionalisme. Namun hal itu mendapat banyak kritikan, akhirnya tidak dapat berkembang sebagai jiwa tentara Indonesia. Bersamaan dengan perjalanan waktu justru ide "dwifungsi" yang telah meresapinya, dan mengangkatnya menjadi golongan "supra-masyarakat". Dinamika itu pula yang menjatuhkan kepemimpinan Amir sebagai Perdana Menteri. Namun lagi-lagi sejarah membuktikan kekalahan dan kesendirian Amir hanya pada saat itu saja, sebab puluhan tahun setelah itu (Reformasi 1998) gemuruh suara rakyat mengumandangkan "tolak dwifungsi", sebagai buah dari konsistensi nonkooperatif.

Pembaru Spiritualitas Perjalanan Amir Sjarifuddin yang dinamik ternyata tidak pada kehidupan politiknya saja. Pengalaman spritualitas Amir juga cukup mengesankan. Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan Islam yang taat, Amir lagi-lagi kontroversial dengan spritualitas baru bagi dirinya. Dia dibaptis di gereja HKBP Kernolong pada 1931oleh Pdt Peter Tambunan. Perkenalan terhadap kekristenan setidaknya dipengaruhi beberapa hal. Pertama, kakek Amir, Soetan Goenoeng Toea adalah penganut Kristen taat. Kedua, saat menempuh pendidikan di Belanda bersama sepupunya Sutan Gunung Mulia ia tinggal bersama penganut Calvinis taat. Ketiga, kedekatannya dengan mahagurunya ketika belajar di Tanah Air. Sudah pasti sangat sulit bagi keluarga dan relasinya memahami pilihan itu. Terlebih masyarakat Indonesia yang belum mampu melihat persoalan seperti itu dengan jernih, bahwa pilihan tersebut merupakan hal personal-transenden.

Tidak ada yang berubah dalam paradigma perlawanan Amir dengan status barunya sebagai Kristen. Justru kemajuan pemikirannya dapat menerobos kebekuan di kalangan Kristen saat itu. Sumbangan signifikan dalam perkembangan kekristenan, antara lain dalam tulisan "menuju ke jemaat yang asli" suatu teologi kontekstual dan merupakan ciri khas pemikiran Amir yang menunjukkan kesetiannya pada perlawanan terhadap penjajahan. Pada berbagai kesempatan Amir menyatakan, "seorang Kristen yang baik dapatlah juga sekaligus menjadi seorang nasionalis yang baik", hal ini suatu petunjuk tentang sintesa keagamaan dan kebangsaan Amir yang utuh. Begitulah Amir, setia dalam spiritualitas perjuangannya melawan penjajahan dengan strategi-taktik yang variatif. Hingga akhir hayat ketika maut datang melalui peluru bangsanya sendiri, ia tetap setia mengumandangkan lagu perjuangan semangat internasional dan Indonesia Raya dengan Injil di tangannya. Sesuatu yang membuktikan kesetiaannya pada prinsip bahwa relasi penjajahan dapat dibedah oleh spirit internasional itu, yang membumi dalam spirit antiimperialisme dan antikolonialisme sebagai wujud nasionalisme. Terpenting dari itu, prinsip tersebut secara utuh termanifestasi pada Injil yang tetap ia pegang erat pada akhir hayat.

Penulis adalah mantan pengurus pusat GMKI
sumber:www.suarapembaruan.com

16 Maret 2011

Hasilkan Fellow IEEE - Dana Penelitian Universitas dan Institusi Negara Jangan pernah bilang "saya sudah cukup berkarya"

From: Arnold Djiwatampu

Ya betul, komentar anda di bawah ini benar.

Ada banyak instansi termasuk Universitas di Luar Negeri yang bekerjasama dengan IEEE untuk memperoleh (Digital) Library yang terbesar dan terlengkap di dunia, dengan memperoleh harga potongan yang besar. IEEE memiliki dokumen2 dan buku2 para periset dunia yang tidak ada tandingannya.
IEEE mempunyai cabang atau Section di seluruh dunia, bahkan di Cina, Jepang, Eropa Barat dan Rusia sekalipun.

Sayangnya kebijakan liberalisasi yang salah dari Indonesia, menyebabkan Universitas dan sekolah2 harus mencari dananya sendiri, malah mengarah diswastakan. Ini suatu liberalisasi yang keblinger dan tidak pada tempatnya mengikuti penswastaan perusahaan dan usaha pemerintah.

Di negara maju malah pendidikan disubsidi berat mulai dari SD hingga Universitas.
Di AS, yang memberikan subsidi adalah pemerintah Negara Bagiannya.

Bagaimana Universitas bisa unggul dalam riset bila tidak disubsidi pemerintah pusat atau provinsi, dan hanya bergantung pada kerjasama dengan instansi dan perusahaan swasta (kebanyakan asing). Sudah jelas bila kerjasama dengan perusahaan asing seperti Microsoft dsb, akan lebih mementingkan promosi dan produk perusahaan tersebut. Demikian juga kerjasama dengan lembaga pendidikan asing. Sementara dukungan dana dari institusi keuangan baik itu Bank Dunia, ADB, Ford Foundation, Eropa dsb, tentunya sangat terbatas dan ada kepentingan pemilik di belakangnya.

Tidak mungkin kita akan memperoleh hasil riset yang benar-benar sesuai kepentingan nasional dan atau sesuai inovasi asli dari para pakar kita. Padahal pakar-pakar kita dari bumi asli Indonesia banyak yang hebat-hebat dan tidak kalah dengan pakar asing.
Salah satu contohnya kalau mau tahu adalah seorang Indonesia, Prof. Dr.Susanto Rahardja, dari Institute for Infocomm Research, Singapura, http://www.raharja.ac.id/susanto/
Dia meraih tingkat keanggotaan Fellow IEEE oleh karena peluang karier dan penelitiannya yang diberikan Institut ini untuk maju. Peluang tersebut tidak disia-siakan sehingga karya-karyanya melanglang-buana.

Bila Universitas tidak diberi subsidi, bukan hanya untuk biaya mahasiswa (masa depan ahli dan Pemimpin Bangsa), khususnya yang tidak mampu ke LN, tetapi juga untuk riset sebagai tumpuan kemajuan Bangsa masa depan, bagaimana akhli-akhli, Doktor-doktor serta Profesor-profesor kita bisa maju dan membumi? Hasil-hasil riset ini yang akan menjadi dasar pijak pengakuan dunia terhadap pakar, yang disebarkan lewat berbagai majalah riset dan teknologi dunia, seperti majalah2 IEEE, dsb. Dan berdasarkan itu pula maka rekan2 sekerjanya sesama anggota IEEE akan dapat mengusulkan dia meraih peringkat keanggotaan IEEE tertinggi, Fellow.

Mengamati Newsletter IEEE Region 10 (Asia Pasifik), diumumkan para Fellow IEEE 2011 yang baru, nampak kebanyakan dari Universitas, selain dari industri besar negara maju termasuk Singapura.
Coba untuk tahun 2011 yang memperoleh Fellow (bukan jumlah seluruhnya dari tahun2 sebelumnya) adalah dari India (Bengalore 1, Bombay 1, Madras 1. Total 3), China (Beijing 3, Wuhan 1, Total 4); Hongkong (9=sembilan), Japan (Kansai: 1, Sendai 2; Tokyo 11=sebelas, Total 14); Australia (NewSouthWales: 3); NZ (1); Korea (Seoul 6); Singapura (3 orang, termasuk Dr.Susanto Rahardja), Taiwan (10=sepuluh).
Dan sampai kini Indonesia belum memiliki seorang Fellow. Bagaiman dia bisa berprestasi dalam penelitian dan penemuan teknologi bagi umat manusia, kalau tidak ada dana atau tidak ada yang mendukung di dalam negeri?

Nampaknya Indonesia masih sibuk mengurusi soal mengisi perut. Apa betul?
Bukankah ada cukup banyak dana untuk pendidikan, dan mestinya R&D juga merupakan bagian dari pendukung pendidikan di Universitas. Kapan lagi kalau tidak sekarang mengadakan penelitian dengan dana sendiri di Universitas.

You get what you pay. Bukankah berlaku hukum, bila memancing dengan umpan kecil maka dapat ikan kecil, dan memancing dengan umpan besar akan dapat ikan besar?
Kalau seperti sekarang malah tanpa umpan mau dapat ikan. Sulap namanya.

[Atau seperti zaman Orba, penelitiannya ndak kepalang tanggung, langsung untuk kapal terbang, bahkan katanya setiap orang Indonesia cuma harus menyumbang $10 untuk menyelesaikan penelitian dan produksi Nxxxx. Sementara untuk yang ada di depan mata seperti pertanian dan perikanan yang langsung dinikmati rakyat banyak malah diterlantarkan. Ya, ya, kita sering suka langsung hasil segera (instant), ndak mau lama-lama berpayah-payah dikit demi sedikit berpeluh seperti orang Jepang. Akibatnya seperti pengeboran a la Lapindo yang korban dan akibatnya masih berserakan dan ada ibu yang meninggal. Pemilik melepaskan tanggung jawab dan memperjuangkannya sebagai bencana nasioinal, agar ditanggung negara. Dan kalau ada hasil yang bagus langsung berebut nama. Contoh, pertandingan sepak bola yang tinggal memetik kemenangan akhirnya menderita kekalahan, karena kelelahan beraudiensi dan jengkel.]

Kita terus berharap bahwa pemerintah mau bertobat dan mengubah kebijakannya, sehingga Universitas menjadi tempat penggelembengan pakar-pakar teknologi berskala internasional dan pimpinan negara yang membumi bagi Ibu Pertiwi di mana dia dibesarkan, dan bukan terpaksa atau dipaksa hijrah ke dan menguntungkan negara lain.

Kembali lagi untuk peluang dan pentingnya keanggotaan IEEE ini.
Dengan adanya IEEE Indonesia Section kita saling dukung antar-anggota, maka informasi rinci tentang pakar asal Indonesia seperti di atas yang saya lemparkan ke milis, ditambah rincian oleh rekan Arief Hamdani (Vice Chair, asal Telkom), dan rekan Suryadi Liawatimena (Newsletter, dari BINUS) memasukkannya dalam Facebook. Berbagai ulasan sebelumnya didukung oleh pengetahuan yang ditimba dari IEEE.

Dari IEEE kita juga belajar berorganisasi yang tertib, kegiatan dan pelaporan dikontrol dan bahkan diberi insentif keberhasilan, memberikan bantuan untuk penemuan oleh anggota biasa maupun mahasiswa, bantuan untuk kegiatan khusus seperti wanita seperti WIE (Women in Engineering), sementara pelaporan keuangan dikontrol dengan ketat.

Jangan pernah mengatakan "saya sudah tua" atau "sudah cukup sekian (berkarya)", melainkan bertanya terus "apa yang bisa saya lakukan, prestasikan"
[Tahun 2004, setelah pensiun 9 tahun, sambil terus berusaha, saya menambah di luar bisang profesi saya tetapi perting untuk bisnis profesi, yaitu ikut suatu pelatihan akhir pekan "Marketing Strategy" di LA dari seorang ahli pemasaran kelas dunia, Jay Abraham, yang hingga kini saya praktekkan dan tularkan.
Nah, ketika tahun 2008, saya dg isteri dan anak perempuan dan temannya, ikut pelatihan akhir pekan di Jakarta "Pattern of Excellence" dari Adam Khoe, ada contoh yang menantang seorang pebisnis yang bangkrut pada umur 72 tahun, namun dia pantang putus asa dan bangkit kembali sehingga pada pada umur 82 tahun dia berhasil meraih kembali kekayaan dan kejayaannya. Memang kalau kita mau, bisa menjadi luar biasa.]

Salam,
APhD

03 Maret 2011

apa itu Corporate Inertia?

SAYA AGAK ragu-ragu menulis tentang ini, karena sebenarnya istilah “corporate inertia” ini diambil dari istilah Bapak Yuswohady dan saya mencoba menjabarkan istilah ini dengan sudut pandang saya. Niat menulis ini karena saya mendapat BBM dari seorang teman yang bekerja disebuah perusahaan terkenal di Indonesia. Beliau bertanya tentang corporate inertia, setelah saya jelaskan tentang itu beliau terus bicara kepada saya bahwa perusahaannya sedang mengalami itu (Dalam hati saya: sudah saya duga). Mari coba kita mencoba mencari sumber dan mencoba mencari solusi untuk perusahaan itu.
Corporate Inertia itu apa? Yaitu terkungkung pada bisnis model yang telah membuatnya berjaya.
Ya, perusahaan terkenal itu sudah terjangkiti penyakit ini, penjualan menurun, banyak karyawan yang mengundurkan diri dari perusahaan dan kondisi perusahaan yang tidak kondusif.
Sumber masalah itu kalau pengamatan saya adalah sbb:
1. Distribusi produk yang tidak merata. Hal ini disebabkan karena personal-personal (karyawan) yang ada di perusahaan ini kurang termotivasi, sehingga mereka malas dalam mendistribusikan produk dan memasarkan produknya. Akibatnya, banyak channel yang terisi oleh produk-produk lain (baca: kompetitor)
2.Pasar yang sudah berubah. Di era web.2.0 ini, konsumen sudah semakin cerdas, mereka lebih bisa memilih produk yang mana disukai dan dibutuhkan oleh mereka. Tidak bisa dipungkiri di media internet, kita seperti melihat pameran produk secara massal yang tiap detik tampil di depan mata kita. Hal ini membuat potensi untuk brand switching sangat mudah terjadi.
3. Kurangnya SDM yang andal di masing-masing posisi vital. Di perusahaan ini untuk pos – pos vital khususnya di departemen penjualan masih diisi oleh orang-orang yang berpikiran kuno dan kolot. Di sebuah perusahaan berskala nasional, seorang area manager tidak mahir dalam mengoperasikan perangkat komputer (Microsoft Office), ini hal yang mencengangkan buat saya. Jadi, menurut saya perombakan kualitas karyawan juga perlu dilakukan di sini.
4. Managemen yang masih menganut pola Legacy. Perusahaan ini masih mengedepankan pola-pola dan strategi marketing kuno, secara struktural memang sudah menggunakan elemen baru dalam struktur organisasinya tapi cara menggunakannya masih dengan cara kuno.
Langkah-Langkah penanggulangannya:
1. Menguatkan komunikasi antarkaryawan. Caranya, misalnya, dengan membangun divisi khusus, yaitu Internal Marketing. Dengan adanya internal marketing, komunikasi antardivisi diharapkan berjalan dengan baik dan timbulah kompetisi yang sehat antardepartemen. Dan, dengan program-program, Internal Marketing dapat memotivasi setiap karyawan untuk loyal terhadap perusahaan, apabila terjadi krisis dalam sebuah perusahaan itu. Jadi dengan Internal Marketing ini karyawan akan termotivasi dalam bekerja dan ini akan memberikan dampak karyawan di masing-masing lini bekerja dengan antusias sehingga diharapkan dapat mengatasi distribusi produk yang tidak merata dan selalu belajar untuk dapat mengikuti pasar yang dinamis perubahannya.
2. Membentuk sebuah manajemen yang terintegrasi dengan pola-pola baru web 2.0, yaitu komunikasi antarkaryawan secara horisontal karena pada dasarnya perusahaan yang terkena penyakit “Corporate Inertia” ini adalah perusahaan yang berusia cukup lama, sehingga ada 2 generasi yang berada dalam managemen itu, sehingga saya jamin akan sering terjadi “war in the board room” di mana kaum muda akan terus berbeda pendapat dengan generasi tua. Seperti kata bung Karno “1.000 manusia tua tidak dapat mengubah dunia, tapi 1 anak muda dapat mengubah negara ini” sehingga kesimpulannya bahwa sifat untuk selalu dihormati orang-orang tua dalam sebuah organisasi atau manajemen itu harus dihilangkan. Agar kaum muda juga dapat didengar pendapatnya.
Nah, itu beberapa langkah pertama untuk menanggulangi masalah yang terjadi dalam perusahaan teman saya, mungkin banyak cara atau model lain dalam penanggulangannya. Saya sangat terbuka untuk menerima saran, kritik yang dapat disampaikan dalam kotak komentar ini…
Tidak ada yang ASLI tanpa ada yang PALSU

*Ilustrasi dari http://www.cyber-swift.com

Apa artinya cinta?

"Apa artinya cinta?", Ide bagaimana Anda akan menjelaskannya? Tidak mudah, kan. Beberapa tahun yang lalu, sekelompok anak-anak usia antara 4 dan 8 ditanya "Apa artinya cinta?". Berikut adalah yang terbaik dari jawaban mereka. Ada yang lucu, beberapa wawasan, sebagian manis, sebagian manis dan beberapa benar-benar menangkap esensi dari apa itu cinta yang sebenarnya. Kesederhanaan dan kemurnian pikiran anak-anak membuat beberapa jawaban yang lebih mendalam, benar dan menyentuh dari apa pun sebagian besar dari kita bisa pikirkan.


Cinta menurut Anak-anak.

"Ketika seseorang mencintai Anda, cara mereka menyebut nama Anda secara berbeda. Kau hanya tahu bahwa nama Anda aman dalam mulut mereka. Billy - usia 4

"Cinta adalah ketika seorang gadis memakai parfum dan anak laki-laki memakai pencukur cologneand mereka pergi keluar dan bau satu sama lain." Karl - usia 5

"Cinta adalah ketika Anda pergi keluar untuk makan dan memberikan seseorang sebagian besar kentang goreng Anda tanpa membuat mereka memberikan salah satu dari mereka." Chrissy - usia 6

"Cinta adalah apa yang membuat Anda tersenyum ketika Anda lelah." Terri - usia 4

"Cinta adalah ketika ibu saya membuat kopi untuk papa saya dan dia mengambil sipbefore memberikannya kepada dia, untuk memastikan rasanya OK." Danny - usia 7

"Cinta adalah ketika Anda mencium sepanjang waktu. Kemudian ketika Anda bosan mencium, Anda masih ingin bersama dan Anda berbicara lebih. Mommy dan Daddy ku seperti itu. Mereka tampak kotor ketika mereka mencium "Emily - usia 8

"Cinta adalah apa yang ada di ruangan dengan Anda di Natal jika kamu berhenti membuka hadiah dan mendengar." Bobby - usia 7

"Jika Anda ingin belajar mencintai yang lebih baik, Anda harus mulai dengan seorang teman yang kamu benci," Nikka - usia 6

"Cinta adalah ketika Anda memberitahu seorang pria Anda suka kemejanya, lalu dia memakainya sehari-hari." Noelle - usia 7

"Cinta itu seperti wanita tua sedikit dan seorang pria tua yang masih berteman> bahkan setelah mereka saling mengenal dengan sangat baik." Tommy - usia 6

"Selama resital piano, saya berada di panggung dan aku takut. Aku menatap semua orang menonton saya dan melihat ayahku melambai dan tersenyum. Dia adalah satu-satunya melakukan hal itu. Aku tidak takut lagi "Cindy - usia 8.

"Ibu saya mencintai saya lebih dari anybody.You tidak melihat orang lain berciuman saya untuk tidur di malam hari." Clare - usia 6

"Cinta adalah ketika Mommy Daddy memberikan potongan ayam yang terbaik." Elaine-age 5

"Cinta adalah ketika Ibu melihat Ayah bau dan berkeringat dan masih mengatakan dia tampan dari Brad Pitt." Chris - usia 7

"Cinta adalah ketika anak anjing anda menjilati wajah Anda bahkan setelah Anda meninggalkannya sendirian sepanjang hari." Mary Ann - usia 4

"Saya tahu kakakku mencintaiku karena dia memberikan saya semua pakaian tua dan harus pergi keluar dan membeli yang baru." Lauren - usia 4

"Ketika nenek saya mendapat arthritis, dia tidak bisa membungkuk dan mencat kuku lagi. Jadi kakek saya melakukannya untuk sepanjang waktu, bahkan ketika tangannya juga mendapat arthritis. Itulah cinta "Rebecca-usia 8.

"Ketika Anda mencintai seseorang, bulu mata Anda naik dan turun dan bintang-bintang kecil keluar dari Anda." (Apa gambar) Karen - usia 7

"Kau benar-benar tidak harus mengucapkan" Aku cinta kamu 'kecuali jika Anda bersungguh-sungguh. Tetapi jika Anda sungguh-sungguh, kau harus mengatakannya banyak. Orang lupa "Jessica - usia 8.