Jambi (ANTARA News) - Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengingatkan agar Badan Usaha Milik Negera sektor perkebunan mulai memikirkan ekspor barang jadi (olahan) yang bernilai tambah tinggi dan tidak terpaku pada ekspor bahan mentah seperti sekarang.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit misalnya, jangan hanya mengekpor minyak sawit mentah, crude palm oil (CPO), karena produk itu bisa didiversifikasi menjadi produk sabun, kosmetika, dan minyak goreng, kata Menteri BUMN saat peresmian penggunaan kantor baru PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI di Jambi, Sabtu.

Menurut Mustafa Abubakar, sangat banyak peluang bagi BUMN, khususnya sektor perkebunan untuk mengubah hasil perkebunannya menjadi barang jadi yang mempunyai nilai jual atau nilai tambah (value added) untuk dipasarkan ke luar negeri.

"Bahan-bahan jadi itu mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan hanya menjual CPO," tegas Menteri.

Ia menyambut baik terobosan PTPN VI yang sekarang menggeluti usaha di sektor perkebunan kelapa sawit, karet, dan teh, dengan sudah memulai produksi pengolahan menjadi minyak goreng dan teh yang kini mulai menembus pasar.

Oleh karena itu, diharapkan seluruh BUMN perkebunan saatnya melakukan terobosan dan terus melakukan diversifikasi usaha untuk merebut peluang pasar yang masih sangat besar dan terbuka luas.

Namun demikian, jajaran manajemen juga harus berhati-hati dalam mengambil keputusan strategis, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dalam upayanya meningkatkan kinerja perusahaan.

"Keputusan yang diambil manajemen harus tetap mengacu pada good corporate governance, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar baik," katanya.

Mustafa Abubakar juga mengingatkan bahwa Indonesia selama ini sudah dikenal sebagai salah satu produsen CPO terbesar, namun dalam beberapa tahun terakhir luas lahan sawit BUMN perkebunan juga terus menyusut.

Hingga tahun 2009, luas lahan sawit BUMN perkebunan tinggal delapan persen dari luas lahan sawit nasional, menurun jauh dibandingkan tahun 1980 yang masih 68 persen.

Sebaliknya, pada periode yang sama, lahan sawit perusahaan perkebunan swasta justru meningkat dari 31 persen pada tahun 1980 menjadi 52 persen pada 2009.

Oleh karena itu, perlu dilakukan terobosan-terobosan baru agar dengan luas lahan yang terus menurun tetap mampu bersaing dan mampu meningkatkan kinerja, salah satunya memproduksi bahan-bahan jadi yang bernilai jual tinggi.

Menteri juga mengharapkan agar manajemen PTPN VI memberikan kontribusi yang seimbang kepada masyarakat Sumbar, karena sebagian lahan perkebunan perusahaan milik negera ini berada di daerah itu.

"PTPN VI wilayah kerjanya meliputi Jambi dan Sumatera Barat, kendati luas lahannya lebih banyak di Jambi, namun kontribusi yang diberikan kepada masyarakat Sumbar juga harus seimbang," tambahnya.

Kantor PTPN VI yang baru yang dibangun dengan dana Rp30 miliar itu berada di Jalan Lingkar Barat, Paal 10 Kota Jambi, berdiri di atas lahan seluas lima hektare, yang 17 persen diantaranya untuk gedung, sisanya untuk sarana olahraga dan fasilitas lainnya.

(T.E003/S026) COPYRIGHT © 2010